PKS NEWS UPDATE:
« »

Kamis, 23 Februari 2012

Ketidakberangkatan Menimbulkan Penderitaan

Serial Tabuk  -  2

Oleh : Cahyadi Takariawan



Ketidakberangkatan dalam kegiatan dakwah, selalu menimbulkan penderitaan bagi para aktivis. Seakan-akan memilih sikap yang enak, dengan tidak berangkat dan tidak mengikuti kegiatan dakwah. Namun yang didapatkan adalah perasaan menyesal dan menimbulkan penderitaan. Seperti yang dialami oleh Ka’ab bin Malik.

“Tampaknya aku ditakdirkan untuk tidak ikut ke Tabuk. Namun sungguh aku merasakan penderitaan batin sejak Rasulullah saw meninggalkan Madinah”.

Penderitaan Berkepanjangan

Pada awalnya Ka’ab masih merasa akan mampu menyusul Nabi dan para sahabat. Namun sampai hari berikutnya ia benar-benar tidak menyusul. Ia absen tidak berangkat ke Tabuk, padahal belum pernah ia absen dalam seluruh peperangan sebelumnya. Ia selalu hadir bersama Nabi dan para sahabat dalam semua aktivitas dakwah dan jihad. Baru kali ini ia absen. Namun apa yang dirasakannya kemudian ?

Perasaan bersalah, menyesal, terasing menyelimuti dirinya. Di semua sudut kota Madinah, isinya hanya dua bagian manusia. Satu bagian yang memang memiliki udzur syar’i untuk tidak berangkat ke Tabuk. Bagian lainnya adalah orang-orang munafik yang malas berangkat ke Tabuk dan memilih mengurus lahan perdagangan, pertanian dan keluarga. Lalu dimana posisi dirinya ?

Ia merasa bukan dari keduanya.

Maka muncullah perasaan menderita, merasa tidak nyaman, merasa tidak pada tempatnya, bagi kader yang tidak terlibat dalam dinamika dakwah. Walau mencoba menenangkan diri dengan berbagai dalil dan dalih, namun hati tidak bisa dibohongi. Berbagai alasan pembenaran diri hanya menenangkan orang-orang yang sudah terkotori hatinya. Namun bagi para aktivis yang selalu berusaha menjaga kebersihan jiwa, hatinya berkata jujur tentang apa yang sesungguhnya tengah terjadi.

Dari yang paling sederhana, paling kecil dan ringan dalam dakwah, sampai yang besar dan berat. Misalnya diundang rapat tidak hadir, padahal tidak ada alasan syar’i atas ketidakberangkatan tersebut. Tidak berangkat dalam jalsah ilmiyah, forum tarbiyah, kegiatan mabit dan lain sebagainya, padahal tidak ada udzur syar’i atas ketidakberangkatan itu. Tidak hadir dalam kegiatan mukhayam tarbawi, dalam aktivitas riyadhah jasadiyah, dan aneka kegiatan dakwah, tanpa kejelasan alasan.

Sepertinya sederhana. Toh sudah banyak yang datang rapat. Toh sudah banyak yang hadir dalam nadwah dan tarbiyah tsaqafiyah. Toh forum tarbiyah berjalan pekanan, sehingga masih banyak pekan lain yang akan bisa diikuti. Lalu mencoba mencari berbagai alasan, karena murabbi tidak simpatik, karena materi yang tidak menarik, karena forum yang tidak dinamis, karena manajemen kegiatan yang tidak rapi, dan seterusnya. Dikumpulkannya sejuta alasan atas ketidakberangkatan. Namun tidak akan bisa menenangkan hati, tidak akan bisa menenteramkan hati.

Karena semua aktivis mengetahui, bahwa seharusnya dirinya berangkat. Bahwa ketidakberangkatan adalah suatu aib yang tidak seharusnya terjadi. Maka berbagai alasan yang dihadirkan tidak akan bisa menghibur dirinya.


Ketidakberangkatan Menimbulkan Keterkucilan

Ketika para aktivis tengah sibuk dan bergiat dalam berbagai amal dakwah, maka ketidakhadiran akan menimbulkan perasaan keterkucilan.

“Bila aku keluar rumah, maka di jalan-jalan aku merasakan keterkucilan diri sebab aku tidak melihat orang kecuali orang-orang yang diragukan keislamannya. Merekalah orang-orang yang sudah mendapatkan rukhshah atau ijin Allah Ta’ala untuk udzur atau kalau tidak demikian maka mereka adalah orang-orang munafik. Padahal, aku merasakan bahwa diriku tidak termasuk keduanya”.

Ka’ab benar-benar merasa terkucil, saat Nabi dan para sahabat mulia telah meninggalkan Madinah menuju Tabuk. Dimana posisi dirinya saat itu ?

Dimana posisiku saat kalian semua berlelah-lelah dalam lapangan dakwah, sementara aku tersibukkan oleh pekerjaan dan urusan rumah ? Dimana posisiku, saat kalian semua berjuang memenangkan dakwah, sementara aku tidak punya waktu untuk itu ? Dimana posisiku, saat kalian semua berpagi-pagi telah memenuhi panggilan dakwah, sementara aku sibuk dengan keluargaku sendiri ? Dimana posisiku, saat kalian semua sampai larut malam masih terus bekerja untuk kemajuan dakwah, sementara aku disibukkan oleh urusan pribadi ?

Aku terkucil dengan sendirinya. Ketidakhadiran dalam dakwah, selalu menimbulkan perasaan keterkucilan.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di pernah menjelaskan tentang kebaikan, ”Salah satu bukti kebijaksanaan takdir dan hikmah ilahiyah, yaitu barangsiapa yang meninggalkan apa yang bermanfaat baginya -padahal memungkinkan baginya untuk memetik manfaat itu lantas dia tidak mau memetiknya- maka dia akan menerima cobaan berupa disibukkan dengan hal-hal yang mendatangkan madharat terhadap dirinya… Barangsiapa meninggalkan cinta, harap dan takut kepada Allah maka niscaya dia akan disibukkan dalam kecintaan kepada selain Allah, berharap dan takut karenanya…”

Maka demikian pula, barangsiapa meninggalkan dakwah, maka ia akan disibukkan dengan hal-hal yang tidak berhubungan dengan dakwah. Barangsiapa tidak bersama kafilah dakwah, maka ia akan disbukkan oleh kafilah lain yang tidak diikutinya. Ia menjadi terkucil. Barangsiapa menyengaja tidak hadir dalam agenda dakwah, maka ia akan disibukkan oleh agenda-agenda lain yang tidak memberikan kemanfaatan bagi dakwah.

Terkucil di jalan dakwah ? Itu karena ketidakhadiran dalam berbagai agenda dakwah. Penderitaan dan keterkucilan adalah akibatnya. Maka jangan pernah mencoba menyengaja membuat ketidakberangkatan dalam kegiatan dakwah yang seharusnya kita berangkat. Jangan pernah menyengaja menghindar dari dinamika dakwah yang semestinya kita berada di tengahnya. Jangan pernah menyengaja menjauh dari komunitas kebaikan yang seharusnya kita menjadi bagian utuh darinya.

Benar, jangan pernah lakukan itu.

Seberapa Jauh Tabukmu ?

Serial Tabuk  -  1

Oleh : Cahyadi Takariawan


Apakah yang terjadi pada seorang Ka’ab bin Malik ? Ya, ia tidak berangkat ke Tabuk. Masyaallah, harusnya ia berangkat. Sebagaimana perang-perang sebelumnya, bukankah ia tidak pernah absen ? Mengapa ia tidak berangkat menuju Tabuk, padahal Nabi dan para sahabat telah berangkat ?

Pasti ia punya kondisi dan situasi yang membuatnya tidak berangkat. Ada sesuatu di balik ketidakberangkatannya.

Fasilitas Itu….

“Aku sama sekali tidak pernah absen mengikuti semua peperangan bersama Rasululah saw, kecuali dalam perang Tabuk. Ketidakikutsertaanku dalam perang Tabuk itu karena diriku dilalaikan oleh perhiasan dunia. Ketika itu keadaan ekonomiku jauh lebih baik daripada hari-hari sebelumnya. Demi Allah, aku tidak pernah memiliki barang dagangan lebih dari dua muatan onta, akan tetapi pada waktu peperangan itu aku memilikinya”.

Masyaallah. Demikian lugas pengakuan Ka’ab, “Ketidakikutsertaanku dalam perang Tabuk itu karena diriku dilalaikan oleh perhiasan dunia”.

Ternyata bukan hanya “orang awam” yang bisa dilalaikan oleh perhiasan dunia. Seorang mujahid, sahabat Nabi, terlahir menjadi generasi terbaik sepanjang sejarah kemanusiaan, tetap bisa terlalaikan oleh perhiasan dunia. Kurang apa Ka’ab. Tidak pernah absen dalam seluruh peperangan, benar-benar mujahid setia.

“Demi Allah, aku tidak pernah memiliki barang dagangan lebih dari dua muatan onta, akan tetapi pada waktu peperangan itu, aku memilikinya”.

Artinya, bukan soal fasilitas yang menyebabkan Ka’ab tidak berangkat ke Tabuk.

Di zaman kita sekarang, Tabuk itu tidaklah jauh. Sesungguhnya Tabuk kita lebih simpel dibandingkan di zaman Ka’ab. Namun “ketidakberangkatan” tetap saja terjadi. Coba ukur, seberapa jauh Tabukmu ?

Ada kader yang merasakan kesulitan ekonomi, yang menyebabkannya memiliki banyak keterbatasan dalam mengikuti kegiatan dakwah. Ia mengatakan, “Andai aku punya motor, tentu akan lebih banyak kegiatan dakwah yang bisa aku lakukan”. Ketika punya motor ternyata ia masih merasa banyak keterbatasan. “Andai aku punya mobil, tentu aktivitasku menjadi lebih leluasa”. Saat memiliki mobil, tetap saja banyak alasan. “Andai mobilku bagus, pasti tidak ada lagi kendala berkegiatan”.

Saat mobilnya sudah bagus, ternyata tetap saja ia tidak tergerak untuk aktif berdakwah. Apa yang terjadi padanya ? Padahal sekian banyak mujahid dakwah berjalan kaki melakukan kegiatan, dan berlelah-lelah di tengah keterbatasan sarana serta fasilitas. Dakwah tetap berjalan tanpa tergantung kepada ketersediaan dan kelengkapan fasilitas.

Mengapa ada yang tetap tidak berangkat ?


Panas, Jauh, Lelah….

“Peperangan ini Rasulullah saw lakukan dalam kondisi panas terik matahari gurun yang sangat menyengat, menempuh perjalanan nan teramat jauh, serta menghadapi lawan yang benar-benar besar dan tangguh… Rasulullah saw mempersiapkan pasukan yang akan berangkat. Aku pun mempersiapkan diri untuk ikut serta, tiba-tiba timbul pikiran ingin membatalkannya, lalu aku berkata dalam hati : Aku bisa melakukannya kalau aku mau!”

Bukan panas musim kemarau seperti yang sering kita alami di Indonesia, namun panas terik matahari gurun yang sangat menyengat. Sangat panas, harus menempuh perjalanan yang jauh, dan “hanya” untuk berperang. Bukan untuk rekreasi, bukan untuk wisata kuliner, bukan untuk menginap di hotel berbintang, bukan untuk tamasya dengan keluarga. Sangat panas, sangat jauh, naik kuda atau unta, tentu akan sangat lelah, dan di sana telah menunggu musuh yang sangat tangguh.

Tabuk di zaman Ka’ab sungguh jauh. Tidak ada pesawat terbang, tidak ada mobil ber-AC, tidak ada sarana yang memadai untuk menempuh jarak yang sedemikian panjang dan cuaca yang sangat panas terik.

Di zaman kita sekarang, Tabuk itu tidaklah jauh, tidak panas terik. Ada pesawat terbang, ada kereta api eksekutif, ada bus eksekutif, ada taksi, ada travel, ada mobil ber-AC, ada motor, ada sepeda. Tabuk kita bahkan tidak panas, namun “ketidakberangkatan” tetap saja terjadi. Sebenarnya, seberapa jauhkah Tabukmu ?

Awalnya kita merasa “Aku bisa melakukannya kalau aku mau !” Ah, tapi apa yang aku dapat kalau berangkat ?

Mengaji, di tempat para murabbi bahkan kita disuguhi. Rapat, di tempat pertemuan tersedia banyak jajanan. Berbagai agenda dakwah, seperti tatsqif, mabit, daurah, bahkan mukhayam, semua full fasilitas. Apa yang menghalangi untuk datang ke berbagai agenda dakwah tersebut ? Apa yang menjadi alasan ketidakberangkatan ?

Apa sebenarnya perang kita ? Apa yang ada di Tabuk kita ?

Dikuasai Kemalasan

“Akhirnya aku terbawa oleh pikiranku yang ragu-ragu, hingga para pasukan kaum muslimin mulai bergerak meninggalkan Madinah. Saat aku lihat pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah, timbul pikiranku untuk mengejar mereka, toh mereka belum jauh. Namun, aku tidak melakukannya, kemalasan menghampiri dan bahkan menguasai diriku…”

Di zaman kita, ada kader yang melihat kader lain yang sangat aktif dan dinamis dengan berbagai agenda dakwah, sempat terpikir “Aku masih bisa mengejar mereka”. Ya, aku akan menyusul mereka. Tapi mengapa tidak engkau lakukan ? Mengapa tidak engkau susul mereka ? Mengapa engkau tetap tidak berangkat ? Apa alasan ketidakberangkatanmu ?

“Kemalasan menghampiri dan bahkan menguasai diriku……”

Padahal kita tidak bertemu panas terik gurun pasir. Kita tidak bertemu jarak yang demikian jauh untuk ditempuh dengan kaki. Yang kita temui adalah sarana dan fasilitas yang lengkap. Acara dari hotel ke hotel. Kegiatan dari rumah ke rumah. Rapat dari ruang ke ruang. Koordinasi dari gedung ke gedung. Semua nyaman, semua menyenangkan, semua sejuk, semua penuh dengan suguhan.

Mengapa tetap terjadi ketidakberangkatan ? Apa alasanmu ?

Kamis, 02 Februari 2012

Ujian membentuk kekuatan


Saudaraku... Lihatlah betapa Rasulullah SAW diusir dari kampung kelahirannya Mekkah. Apakah beliau bersikap pesimis dan patah semangat?

Beliau hijrah ke Madinah dan mencari penghidupan baru disana, berkarya,
bekerja dan berdakwah, sehingga jadilah beliau maju dan dapat membangun Madinah menjadi manusia-manusia bertaqwa, setelah mapan beliau baru kembali membangun asal negerinya yang beliau pernah diusir itu.

Bayangkan,..seorang Rasul, tak tahu baca dan tulis , diusir dari kampung halamannya sendiri, dan oleh bangsanya sendiri, dapat merubah masyarakat dari
lembah kejahiliaan, menjadi insan yang tahu ilmu, tahu nilai-nilai akhlak yang luhur, dan maju dalam perekonomian. Dikenal dan dikenang dalam sejarah turun temurun.

Imam Ahmad bin Hanbal dipenjarakan, dicambuk, apa yang terjadi pada beliau setelah itu? Beliau jadi Imam ahli Sunnah.

Imam Ibnu Tayyimiyah keluar dalam tahanannya penuh dengan ilmu yang berlimpah ruah. Mengarang 20 jilidbuku fiqh.

Ibnu Katsir Ibnu jauzi di Baghdad Dan Imam Malik bin raib di timpa musibah yang hampir mematikan beliau, dengan penderitaannya itu beliau telah menulis qasidah
yang benar-benar membuat orang terpukau, sya'ir-sya'ir beliau yang membuat orang membacanya terperangah dapat mengalahkan penyair-penyair Abbasiyyah yang terkenal itu.

Lihatlah bahagimana bangsa Palestina yang kian gigih memperjuangkan kehormatan bangsa dan agama di tanah Al Quds !! Semakin lama keimanannya semakin menguat !! Semakin banyak generasi Penghafal Qur'an..

Apabila seseorang menimpakan kepadamu kemudharatan, dan apabila kamu ditimpa musibah,.maka lihat lah dari sisi lainnya. Bila kamu melihat kegelapan, carilah
titik terangnya. Apabila kamu disuguhkan seseorang secangkir jeruk nipis yang asam, maka tambahkanlah gula didalamnya biar terasa manis.

Masyarakat Prancis selalu berada dalam penjara sebelum terjadi revolusi. Ada yang hidup dalam optimis, ada yang pesimis.

Adapun yang Optimis maka ia akan selalu melihat pandangan ke atas langit , kepada bintang, sementara yang pesimis selalu melihat tanah di jalanan, selalu menangis. Tak bergerak, tak ada daya dan upaya menuju kemajuan.

Tetaplah Optimis dan Jalani Kehidupan dengan Semangat yang kuat Membaja !!

*) http://500px.com/photo/1330493 (foto owner)
*)http://www.facebook.com/fitriana.nugraha

Pemimpin yang Tak Tersandera


Setelah menimbang dan membayar, barulah lelaki itu meraih tangan putranya dan menuntun, sementara tangan satunya menenteng kantong-kantong plastik sarat belanjaan.

Lelaki yang tak rikuh menggantikan tugas istrinya bergabung dengan ibu-ibu berbelanja sayuran itu bernama Ahmad Heryawan. Kini kita mengenalnya sebagai gubernur Jawa Barat.

Sebagaimana saat itu, kini publik mengenalnya sebagai sosok yang tak canggung melakukan hal-hal wajar yang entah mengapa, kini mulai dipandang ‘tidak wajar’. Misalnya, yang gampang diingat publik, Heryawan dengan tegas mencoret anggaran pengadaan 18 mobil dewan dalam APBD 2011 Kabupaten Bandung.

Tak ragu-ragu akan kemungkinan tanggapan negatif anggota Dewan yang akan memengaruhi pencitraan terhadap dirinya, Heryawan melakukan hal itu dengan tegas dan yakin bahwa itulah yang terbaik bagi rakyat. Bagaimana tidak, saat itu APBD Kabupaten Bandung tercatat defisit.

Tetapi Heryawan pun tak hanya bisa tegas terhadap orang lain. Publik masih ingat betapa Heryawan dan wakilnya hingga saat ini memilih menggunakan mobil dinas lama yang dipakai gubernur sebelumnya, Dani Setiawan, yakni Toyota Royal Crown buatan 2007, satu kendaraan SUV dan sebuah jip.

Mungkin bisa terkesan berlebihan, tetapi apa yang dilakukan Heryawan dengan berbelanja sayuran sendiri akan gampang mengingatkan kaum muslimin akan Ammar bin Yasir ketika menjabat sebagai gubernur.

Ammar tak jarang berbelanja ke pasar dan mengikat serta memanggul sayuran belanjaan sendirian. Atau Khalifah Ummar bin Abdul Aziz, khalifah negara besar dan kaya, tetapi memilih hidup sederhana. Dan kita sadar, betapa sosok-sosok seperti itu kian lama semakin langka

Dari Ahmad Heryawan orang bisa kian membenarkan pernyataan seorang mahaguru manajemen, Peter Drucker. Drucker menyatakan, manakala kita melihat perusahaan-perusahaan besar yang maju dan unggul, jangan salah, ada keputusan-keputusan berani di belakangnya.

Artinya, bahkan Drucker yang rasional pun percaya, keberanianlah yang membawa manusia kepada kemaslahatan, kebaikan bersama. Kita bahkan pernah mendengar dari alm Rendra, keberanian adalah cakrawala. Kian berani seseorang, makin mampu ia melihat dunia secara holistik. Menilik apa yang telah dilakukan Heryawan selama hampir empat tahun kepemimpinannya di Jawa Barat, keberanian itu begitu nyata dan gamblang.

Lihat saja, manakala sadar bahwa Jabar kian lama kian panas akibat tanaman yang kian hilang dari kehidupan, Heryawan berani mengembangkan program penghijauan dalam skala besar. Ia pun mencanangkan Gerakan Jabar Hijau berbasis sekolah.

Alhasil dalam waktu yang cepat telah ditanam 11 juta batang pohon di 26 kabupaten/kota se-Jabar, hingga selama 2011 tercatat telah ditanam 170 juta batang pohon di Jabar. Wajar bila prestasi itu diganjar rekor oleh Museum Rekor Indonesia (MURI).

Tidak hanya itu. Dalam bidang kependudukan dan demografi Heryawan pun mencetak prestasi dengan menerima penghargaan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) berupa “Transmigrasi Award”.

Yang menarik, hanya dalam sebulan, Desember lalu Heryawan menerima empat anugerah dan penghargaan. Pertama saat Hari Nusantara, 13 Desember, di Dumai, Riau; kedua Satya Lencana Kebaktian Sosial di Jogjakarta pada Peringatan HKSN, 19 Desember; ketiga Parahita Ekapraya Pratama di Jakarta pada Peringatan Hari Ibu 22 Desember; lalu Transmigrasi Award, 27 Desember 2011. Jujur saja, tak banyak kepala daerah yang menerima empat penghargaan berkatagori nasional hanya dalam waktu sebulan.

Yang juga menarik dan masih hangat, manakala para pejabat beramai-ramai menyatakan kesiapan membeli mobil Esemka buatan para pelajar Kota Solo, Ahmad Heryawan dengan tegas menyatakan keengganan untuk latah. Ia menyatakan hanya berminat membeli mobil karya pelajar-pelajar Jabar. "Saya enggak mau beli dari Solo. Saya mau beli karya pelajar dari Jawa Barat," kata dia.

Itulah Heryawan. Dengan pemimpin seperti itu, rakyat Jabar layak optimistis bahwa daerahnya akan mampu menjadi provinsi termaju di Indonesia. Dan tentu saja, untuk itu mereka juga dituntut berpartisipasi sesuai bidangnya. Rakyat jabar, layak bangga dipimpin seorang berani yang yakin akan cita-ciota bersama.

Tapi kita pun tahu, keberanian mensyaratkan banyak hal. Dan yang terutama, tampaknya, tidak adanya pamrih. Karena tanpa adanya pamrih, maka keberanian tak pernah tersandera. Semoga kita semua pada saatnya memiliki pemimpin seperti itu. Pemimpin yang hanya tersandera satu hal: kepentingan rakyatnya. [mdr]
Ditulis oleh andri rusmana    
*) http://www.pksbandung.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1466:pemimpin-yang-tak-tersandera&catid=27:polhukam&Itemid=10

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan